30-07-2006Media Indonesia
GELOMBANG laut seperti berkejaran menghempas ke Pantai Padang. Riak yang dihembus angin Samudra Hindia itu terus berdebur menciptakan nyanyian khas dari laut, selama berabad-abad.
Selama itu pula, kebanyakan orang hanya memandangnya sekadar sebagai ombak yang bergulung dan kemudian pecah ke tepian. Tetapi, tidak demikian bagi Zamnisyaf, 48.
Tujuh tahun lalu, ketika karyawan Bidang Perencanaan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatra Barat ini menumpang speed boat ‘Kuda Laut’ dan Mentawai menuju Padang, ia termenung lama. Hempasan gelombang yang keras menghantam kapal kecil tersebut menginspirasinya tentang energi lautan yang selama ini terabaikan.
“Saya berpikir, bagaimana caranya memindahkan energi gelombang yang besar itu menjadi energi gerak, sehingga bisa dimanfaatkan menjadi pembangkit tenaga listrik,” katanya kepada Media Indonesia, Rabu (26/7).Saat itu, Zamrisyaf ditugaskan ke Mentawai untuk mencari kemungkinan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) di Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Setelah berkeliling Mentawai, kami tidak menemukan sungai atau tenaga air yang bisa dimanfaatkan untuk membangun PLTMH, sehingga saya kemudian berpikir, apakah bisa memanfaatkan tenaga gelombang,” kata pria kelahiran 19 September 1958 itu.
Ide tersebut lama mengendap Sampai akhirya pada 2002, ketika naik kapal laut dan Padang menuju Jakarta, Zamrisyaf terinspirasi melihat lonceng kapal yang berdentang karena kerasnya gelombang.
“Itulah ide awalnya. Bandul yang bergerak karena gelombang!” seru Zamrisyaf. Dia pun bersemangat meneruskan konsep rancangannya. Mulanya dengan membuat gambar dan kemudian berkonsultasi dengan sahabatnya, Aidil Zamri, dosen Politeknik Teknologi, Universitas Andalas.
Aidil kemudian membantu dengan hitungan dan rumus untuk membuat alat yang diinginkan Zamrisyaf. Rancangan itu disusun dalam posisi mengapung di atas permukaan air laut. Temuan yang akhirnya diberi nama Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan (PLTGL-SB) itu akan bergerak mengikuti arus gelombang. Ini membuat bandul yang digantung di alat tersebut selalu bergerak sesuai dengan alur gelombang.
Gerakan bandul yang teru-menerus tersebut menggerak pompa hidraulik tipe silinder, sehingga memompa fluida dari resevoir ke motor hidrolik. Setelah distabilkan di tabung acumalator selanjutnya tekanan fluida menggerakkan motor hidraulik yang langsung memutar dinamo untuk mengeluarkan energi alias daya listrik.
Dalam suatu uji coba di Pantai Padang, Desember 2003, perangkat kerasnya berupa perahu atau ponton. Di atas ponton ada tiang besi tempat bandulan (mirip bandulan jam dinding) dengan ayunan bandul 30 derajat. Sumbu pada lengan bandulan disatukan dengan roda freewheel, bak roda sepeda.
Untuk mendatangkan kelipatan kecepatan,freewheel dihubungkan dengan rantai ke roda transmisi, lalu dirangkai dengan vbeel ke satu atau dua roda gila, untuk selanjutnya dihubungkan ke dinamo, yang akan memproduksi listrik.
Model PLTGL itu lalu diletakkan di bibir pantai. Dalam uji coba tersebut, PLTGL model Zamrisyaf mampu menghasilkan daya listrik tiga kilowatt dan menerangi 20 rumah di desa nelayan.
Departemen Sumber Daya Energi dan Mineral pun menguji temuan Zamnisyaf dalam penelitian yang intens di Jakarta. Namun, baru sebatas penelitian.
“Padahal, jika ini dikembangkan, kita akan mengakhiri krisis energi yang terjadi saat ini,” ujar Zamrisyaf.
Dia memberikan hitungan, untuk areal lautan dengan luas 1 kilometer persegi, energi gelombang laut dapat menghasilkan daya listrik sekitar 20 megawatt (Mw). Jumlah ini sama dengan kekurangan daya listrik di Sumbar saat Investasinya Rp20 juta per kilowatt (Kw) atau total Rp400 miliar dan sanggup menerangi 40000 rumah.
Namun, menurut Zamnisyaf, sebelum temuan ini dikembangkan dan bermanfaat untuk masyarakat, tak ada gunanya. Bagi dia, penghargaan yang diterima belum seberapa dibanding jika melihat hasil kerjanya bisa berguna.
Berkat temuan PLTGL itu, suami Erliza, serta ayah dan Rina Astniyeni, 20, Madya Detni
Erlanda, 17, dan Nining Tridila Suwasti, 16, sering diundang ke Jakarta untuk mempresentasikan hasil percobaan itu.
Akhir Januari 2004, lulusan STM itu tampil bareng dengan 20 peneliti lainnya (hasil seleksi dan sekitar 58 proposal yang masuk ke BPPT).
Temuan Zamrisyaf adalah pertama di dunia dengan memanfaatkan tenaga gelombang sistem bandul. Sebelumnya beberapa negara lain di dunia sudah memanfaatkan gelombang laut untuk membangkit tenaga listrik, tapi dengan cara yang berbeda.
Misalnya, dengan memanfaatkan tenaga hempasan gelombang untuk menghasilkan tekanan penggerak dinamo. Atau, sistem gerakan engsel yang kemudian diubah menjadi tenaga listrik. Untuk membuatnya, dibutuhkan biaya lebih mahal bila dibandingkan sistem bandul temuan Zamrisyaf.
Zamrisyaf muda tergolong anak yang kreatif dan selalu mencoba-coba hal yang baru. Pada era 1980-1983, usai menamatkan STM dan menetap di kampungnya di Nagari Sitalang, Kecamatari Ampek Nagari, Lubuk Basung, Kabupaten Again, sulung dan sembilan bersaudara itu membuka bengkel elektromk kecil-kecilan di rumah.
Kendalanya ketika itu, tak ada listrik sehingga Zamrisyaf tak bisa menggunakan solder yang amat diperlukan untuk memperbaiki berbagai peralatan elektronik. Ta kemudian melobi ayahnya, Syahroel Sutan Sinaro untuk membeli genset sebagai sumber tenaga listrik.
“Awalnya dengan pemikiran, genset itu bisa disewakan juga kepada tetangga yang butuh penerangan listrik. Namun, setelah kami hitung- hitung biaya untuk membeli bahan bakar solar terlalu besar, sehingga akhirnya batal.”
Zamrisyaf dapat ide ketika melihat kincir air di dekat rumahnya yang biasa digunakan untuk menumbuk padi di lesung. Berbekal keinginan kuat mendapatkan listrik, ia mulai mengutak-atik kincir agar bisa menggerakkan dinamo. Enam bulan lamanya dia mencoba, kegigihan itu akhimya membuahkan hasil. Kincir air Zamrisyaf bisa menghasilkan listrik yang bisa menerangi 20rumah selama 24 jam. Nama Zamrisyaf pun melambung.
Sejak itu nama Zamrisyaf menghiasi sejumlah mas media, baik lokal maupun nasional. Dia berkali-kali diundang Gubernur Sumbar, waktu itu Azwar Arias, untuk presentasi di hadapan menteri, antara lain Menteri Koperasi Bustanul Arifin, Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Harun Zain, serta Menteri Perindustrian AR Suhud. Gubernur berjanji akan mempercayakan kepadanya untuk mengembangkan 4.000 unit kincir air di Sumbar guna dijadikan pembangkit listrik. Ternyata itu hanya sekadar janji.
Kecewa dengan janji pemerintah daerah, pada 1983 Zamrisyaf merantau ke Malaysia. Ternyata, diaindiam sekelompok wartawan mengusulkan Zamrisyaf untuk menerima Kalpataru. Setelah dinilai, ternyata dia mengalahkan 22 nama Iainnya yang diusulkan pemda.
Pemda Sumbar pun kelimpungan mencarinya ke Malaysia. Karena tak kunjung bertemu, akhimya SyahroeL ayah Zamrisyaf mewakilinya bertemu Presiden Soeharto, 5 Juli 1983.
Zamri sendiri, baru tahu kabar itu setelah mendengar radio di Malaysia. Media massa, ketika itu ribut menyalahkan pemda. Untuk menebus hal itu, Gubernur Azwar Arias memanggilnya pulang, kemudian direkomendasikan menjadi karyawan PLN.
“Tanggung jawab itu, kemudian melekat pada diri saya. Saya ingin agar bisa memanfaatkan sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik,” ujarnya.
Awal 2002 ia diundang Presiden Megawati ke Istana Negara. Di sana Zamrisyaf mencoba memperkenalkan temuan baru berupa teknologi PLTGL. Tanggal 5 November 2002 ia kembali diundang Presiden untuk menerima Tanda Kehormatan Satya rencana Pembangunan.