Sep 13, 2006

Mengubah Gelombang Laut Jadi Energi Listrik

30-07-2006Media Indonesia

GELOMBANG laut seperti berkejaran menghempas ke Pantai Padang. Riak yang dihembus angin Samudra Hindia itu terus berdebur menciptakan nyanyian khas dari laut, selama berabad-abad.

Selama itu pula, kebanyakan orang hanya memandangnya sekadar sebagai ombak yang bergulung dan kemudian pecah ke tepian. Tetapi, tidak demikian bagi Zamnisyaf, 48.
Tujuh tahun lalu, ketika karyawan Bidang Perencanaan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatra Barat ini menumpang speed boat ‘Kuda Laut’ dan Mentawai menuju Padang, ia termenung lama. Hempasan gelombang yang keras menghantam kapal kecil tersebut menginspirasinya tentang energi lautan yang selama ini terabaikan.

“Saya berpikir, bagaimana caranya memindahkan energi gelombang yang besar itu menjadi energi gerak, sehingga bisa dimanfaatkan menjadi pembangkit tenaga listrik,” katanya kepada Media Indonesia, Rabu (26/7).Saat itu, Zamrisyaf ditugaskan ke Mentawai untuk mencari kemungkinan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro (PLTMH) di Kabupaten Kepulauan Mentawai.

Setelah berkeliling Mentawai, kami tidak menemukan sungai atau tenaga air yang bisa dimanfaatkan untuk membangun PLTMH, sehingga saya kemudian berpikir, apakah bisa memanfaatkan tenaga gelombang,” kata pria kelahiran 19 September 1958 itu.
Ide tersebut lama mengendap Sampai akhirya pada 2002, ketika naik kapal laut dan Padang menuju Jakarta, Zamrisyaf terinspirasi melihat lonceng kapal yang berdentang karena kerasnya gelombang.

“Itulah ide awalnya. Bandul yang bergerak karena gelombang!” seru Zamrisyaf. Dia pun bersemangat meneruskan konsep rancangannya. Mulanya dengan membuat gambar dan kemudian berkonsultasi dengan sahabatnya, Aidil Zamri, dosen Politeknik Teknologi, Universitas Andalas.

Aidil kemudian membantu dengan hitungan dan rumus untuk membuat alat yang diinginkan Zamrisyaf. Rancangan itu disusun dalam posisi mengapung di atas permukaan air laut. Temuan yang akhirnya diberi nama Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut Sistem Bandulan (PLTGL-SB) itu akan bergerak mengikuti arus gelombang. Ini membuat bandul yang digantung di alat tersebut selalu bergerak sesuai dengan alur gelombang.

Gerakan bandul yang teru-menerus tersebut menggerak pompa hidraulik tipe silinder, sehingga memompa fluida dari resevoir ke motor hidrolik. Setelah distabilkan di tabung acumalator selanjutnya tekanan fluida menggerakkan motor hidraulik yang langsung memutar dinamo untuk mengeluarkan energi alias daya listrik.

Dalam suatu uji coba di Pantai Padang, Desember 2003, perangkat kerasnya berupa perahu atau ponton. Di atas ponton ada tiang besi tempat bandulan (mirip bandulan jam dinding) dengan ayunan bandul 30 derajat. Sumbu pada lengan bandulan disatukan dengan roda freewheel, bak roda sepeda.

Untuk mendatangkan kelipatan kecepatan,freewheel dihubungkan dengan rantai ke roda transmisi, lalu dirangkai dengan vbeel ke satu atau dua roda gila, untuk selanjutnya dihubungkan ke dinamo, yang akan memproduksi listrik.

Model PLTGL itu lalu diletakkan di bibir pantai. Dalam uji coba tersebut, PLTGL model Zamrisyaf mampu menghasilkan daya listrik tiga kilowatt dan menerangi 20 rumah di desa nelayan.

Departemen Sumber Daya Energi dan Mineral pun menguji temuan Zamnisyaf dalam penelitian yang intens di Jakarta. Namun, baru sebatas penelitian.
“Padahal, jika ini dikembangkan, kita akan mengakhiri krisis energi yang terjadi saat ini,” ujar Zamrisyaf.

Dia memberikan hitungan, untuk areal lautan dengan luas 1 kilometer persegi, energi gelombang laut dapat menghasilkan daya listrik sekitar 20 megawatt (Mw). Jumlah ini sama dengan kekurangan daya listrik di Sumbar saat Investasinya Rp20 juta per kilowatt (Kw) atau total Rp400 miliar dan sanggup menerangi 40000 rumah.

Namun, menurut Zamnisyaf, sebelum temuan ini dikembangkan dan bermanfaat untuk masyarakat, tak ada gunanya. Bagi dia, penghargaan yang diterima belum seberapa dibanding jika melihat hasil kerjanya bisa berguna.

Berkat temuan PLTGL itu, suami Erliza, serta ayah dan Rina Astniyeni, 20, Madya Detni
Erlanda, 17, dan Nining Tridila Suwasti, 16, sering diundang ke Jakarta untuk mempresentasikan hasil percobaan itu.

Akhir Januari 2004, lulusan STM itu tampil bareng dengan 20 peneliti lainnya (hasil seleksi dan sekitar 58 proposal yang masuk ke BPPT).

Temuan Zamrisyaf adalah pertama di dunia dengan memanfaatkan tenaga gelombang sistem bandul. Sebelumnya beberapa negara lain di dunia sudah memanfaatkan gelombang laut untuk membangkit tenaga listrik, tapi dengan cara yang berbeda.

Misalnya, dengan memanfaatkan tenaga hempasan gelombang untuk menghasilkan tekanan penggerak dinamo. Atau, sistem gerakan engsel yang kemudian diubah menjadi tenaga listrik. Untuk membuatnya, dibutuhkan biaya lebih mahal bila dibandingkan sistem bandul temuan Zamrisyaf.

Zamrisyaf muda tergolong anak yang kreatif dan selalu mencoba-coba hal yang baru. Pada era 1980-1983, usai menamatkan STM dan menetap di kampungnya di Nagari Sitalang, Kecamatari Ampek Nagari, Lubuk Basung, Kabupaten Again, sulung dan sembilan bersaudara itu membuka bengkel elektromk kecil-kecilan di rumah.

Kendalanya ketika itu, tak ada listrik sehingga Zamrisyaf tak bisa menggunakan solder yang amat diperlukan untuk memperbaiki berbagai peralatan elektronik. Ta kemudian melobi ayahnya, Syahroel Sutan Sinaro untuk membeli genset sebagai sumber tenaga listrik.

“Awalnya dengan pemikiran, genset itu bisa disewakan juga kepada tetangga yang butuh penerangan listrik. Namun, setelah kami hitung- hitung biaya untuk membeli bahan bakar solar terlalu besar, sehingga akhirnya batal.”

Zamrisyaf dapat ide ketika melihat kincir air di dekat rumahnya yang biasa digunakan untuk menumbuk padi di lesung. Berbekal keinginan kuat mendapatkan listrik, ia mulai mengutak-atik kincir agar bisa menggerakkan dinamo. Enam bulan lamanya dia mencoba, kegigihan itu akhimya membuahkan hasil. Kincir air Zamrisyaf bisa menghasilkan listrik yang bisa menerangi 20rumah selama 24 jam. Nama Zamrisyaf pun melambung.

Sejak itu nama Zamrisyaf menghiasi sejumlah mas media, baik lokal maupun nasional. Dia berkali-kali diundang Gubernur Sumbar, waktu itu Azwar Arias, untuk presentasi di hadapan menteri, antara lain Menteri Koperasi Bustanul Arifin, Menteri Negara Lingkungan Hidup Emil Salim, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Harun Zain, serta Menteri Perindustrian AR Suhud. Gubernur berjanji akan mempercayakan kepadanya untuk mengembangkan 4.000 unit kincir air di Sumbar guna dijadikan pembangkit listrik. Ternyata itu hanya sekadar janji.

Kecewa dengan janji pemerintah daerah, pada 1983 Zamrisyaf merantau ke Malaysia. Ternyata, diaindiam sekelompok wartawan mengusulkan Zamrisyaf untuk menerima Kalpataru. Setelah dinilai, ternyata dia mengalahkan 22 nama Iainnya yang diusulkan pemda.

Pemda Sumbar pun kelimpungan mencarinya ke Malaysia. Karena tak kunjung bertemu, akhimya SyahroeL ayah Zamrisyaf mewakilinya bertemu Presiden Soeharto, 5 Juli 1983.
Zamri sendiri, baru tahu kabar itu setelah mendengar radio di Malaysia. Media massa, ketika itu ribut menyalahkan pemda. Untuk menebus hal itu, Gubernur Azwar Arias memanggilnya pulang, kemudian direkomendasikan menjadi karyawan PLN.

“Tanggung jawab itu, kemudian melekat pada diri saya. Saya ingin agar bisa memanfaatkan sumber energi lain yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit listrik,” ujarnya.

Awal 2002 ia diundang Presiden Megawati ke Istana Negara. Di sana Zamrisyaf mencoba memperkenalkan temuan baru berupa teknologi PLTGL. Tanggal 5 November 2002 ia kembali diundang Presiden untuk menerima Tanda Kehormatan Satya rencana Pembangunan.

Feb 15, 2006

Jarak Pagar Lebih Fleksibel dari Kelapa Sawit

sumber: KCM
Rabu, 15 Februari 2006, 13:42 WIB

Jarak pagar (Jathropa curcas) menjadi sangat populer ketika menyoal energi alternatif ramah lingkungan. Biji-bijinya mampu menghasilkan minyak campuran untuk solar. Selain dari jarak pagar, pada dasarnya minyak yang dihasilkan dari tumbuh-tumbuhan dapat dijadikan bahan campuran solar, misalnya kelapa sawit atau kedelai.

Dari percobaan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), campuran solar dan minyak nabati (biodiesel) memiliki nilai cetane (oktan pada bensin) lebih tinggi daripada solar murni. Solar yang dicampur dengan minyak nabati menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna daripada solar murni sehingga emisi lebih aman bagi lingkungan.

"Jika solar murni nilai angka cetane-nya sekitar 47, biodiesel antara 60 hingga 62," kata Sony Solistia Wirawan, Kepala Balai Rekayasa Desain dan Sistem Teknologi BPPT di Pusat Penelitian Ilmu Penegtahuan dan Teknologi Serpong, Selasa (14/2). Dalam satu liter bahan bakar, komposisi minyak nabati yang dapat digunakan baru 30 persen agar tidak mengganggu mesin yang dipakai kendaraan sekarang. Menurutnya, di beberapa negara maju biodiesel bahkan telah digunakan 100 persen dengan modifikasi mesin. Bahan-bahan dari karet diganti dengan sintesis viton yang tahan minyak.

Meskipun percobaan baru dilakukan untuk minyak nabati dari bahan kepala sawit, menurut Soni, hal tersebut dapat dilakukan juga untuk minyak jarak. Minyak mentah hasil perasan biji kering akan diolah dengan proses trans-esterifikasi menggunakan metanol untuk memisahkan air. Reaksi tersebut tergolong sederhana dan hanya diperlukan sekitar 10 persen metanol. Hampir 100 persen minyak dapat dimurnikan, bahkan menghasilkan produk samping gliserol yang juga bernilai ekonomi.

"Satu pabrik ukuran kecil yang ada di Serpong dapat menghasilkan 1,5 ton minyak perhari," kata Soni. Meskipun demikian, pihaknya sedang mengembangkan mesin pengolah berkekuatan berkapasitas lebih kecil maupun besar untuk kalangan industri. Biaya investasi untuk mesin saja diperkirakan sekitar 800 juta, sedangkan untuk mesin berkekuatan 3 ton perhari mungkin mencapai 2 hingga 3 miliar.

"Secara teknis prosesnya tidak jauh berbeda dengan pengolahan minyak goreng," katanya. Hanya saja, pasokan bahan baku minyak nabati jumlahnya masih terbatas. Kelapa sawit masih ekonomis diolah menjadi minyak goreng meskipun minyak mentahnya (CPO) yang berkualitas rendah berpotensi untuk diolah menjadi biodiesel.

Jika dibandingkan, jarak pagar mungkin lebih berpotensi daripada kelapa sawit. Jarak pagar yang dapat ditemukan di berbagai wilayah Indonesia baru digunakan sebagai pagar hidup. Tumbuhan bergetah ini dapat tumbuh di mana saja, hidup di berbagai kondisi tanah, dan tahan kekeringan, tidak seperti kelapa sawit, yang membutuhkan lahan khusus, ketinggian daerah, dan faktor iklim tertentu. Oleh karena itu, para peneliti BPPT berharap bahwa pengembangan jarak pagar tidak diarahkan untuk merelokasi lahan subur, namun memberdayakan lahan kritis.

"Produktivitasnya juga tidak jauh berbeda, dalam satu hektar lahan dapat dihasilkan sekitar 5 ton minyak pertahun," kata Nadirman Haska, Kepala Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT. Satu hektar lahan mampu menghasilkan 25 ton tandan kelapa sawit segar yang dapat diolah menjadi 5 ton CPO sejak tahun ketiga hingga usia produktif 20 tahun.

"Dengan luas lahan yang sama, saya perkirakan dapat ditanam 2.500 batang jarak pagar," kata Nadirman. Sejak usia 5 hingga 8 bulan, buahnya matang sehingga di tahun pertama pun hasilnya dapat dinikmati. Meski demikian, lanjut Nadirman, mungkin baru dihasilkan sekitar 0,5 ton minyak. Seiring tumbuhnya tanaman, produksinya diharapkan terus meningkat lebih dari 10 ton sejak tahun keenam. Usia produktif jarak pagar diperkirakan antara 20 hingga 50 tahun.

Ongkos perawatan untuk tanaman liar ini juga lebih murah. Nadirman memperkirakan hanya perlu 20 hingga 25 persen pendapatan dari hasil produksinya yang dipakai. Sedangkan untuk kelapa sawit, biaya operasionalnya 40 hingga 50 persen dari besar pendapatan produksinya.

Pada dasarnya pembibitan dapat dilakukan secara generatif atau vegetatif. Namun, pembibitan generatif menggunakan biji tidak disarankan karena menurunkan sifat genetik berbeda, sedangkan dengan stek atau kultur jaringan sifat-sifat unggul dapat dipertahankan pada keturunannya.

Balai Pengkajian Bioteknologi BPPT telah mengembangkan proses pembibitan sederhana yang dapat dilakukan siapa pun dengan sedikit latihan. Bahkan telah disiapkan cairan nutrisi tanaman untuk mencegah mortalitas (kegagalan) bibit dan merangsang pertumbuhannya dari proses penyiapan hingga siap tanam di ruang terbuka.

Selain itu, teknik kultur jaringan yang membutuhkan teknik lebih rumit di laboratorium terus dikembangkan, termasuk menyiapkan pohon induk yang memiliki sifat-sifat genetik baik yaitu menghasilkan biji besar, buah banyak, dan masa tanam cepat.

Jan 24, 2006

Gelombang Laut, Energi Tiada Henti


sumber: LiveScience.com

Gelombang yang selama ini dijadikan tunggangan para peselancar, kini bisa menjadi sumber energi tiada henti. Energi gelombang ini dapat dimanfaatkan untuk mensuplai kebutuhan energi seuatu kota pelabuhan misalnya. Para peneliti memperkirakan, hanya dengan memanfaatkan 0,2 per sen energi gelombang laut dapat menyalakan semua bola lampu di seluruh dunia. Luar biasa bukan? :)

Para Insinyur di Oregon State University telah mengambil langkah awal pemanfaatan energi gelombang ini. Mereka telah membuat semacam sistem pelampung pembangkit energi yang menangkap energi gelombang laut dan mengubahnya menjadi listrik. Sistem ini ditempatkan sejauh 2 mil dari bibir pantai ke tengah laut dan disebut pelampung generator linear magnet permanen (permanent magnet linear generator buoy).

Berbeda dengan generator umumnya yang menghasilkan listrik akibat gerakan berputar, generator linear magnet permanen menghasilkan listrik dari gerakan bolak-balik akibat naik-turunnya pelampung oleh gelombang laut. Di dalam pelampung, lilitan (coil) kawat dipasang mengelilingi batang magnet yang dipancangkan ke dasar laut. Coil dipasang meyatu dengan pelampung sehingga akan naik dan turun sesuai pergerakan pelampung akibat gelombang laut. Gerakan bolak-balik ini memotong fluks magnet sehingga menghasilkan listrik.

Setiap pelampung memiliki potensi pembangkitan sebesar 250 kW, namun dapat diperbesar atau diperkecil sesuai kebutuhan dan skala teknologi yang digunakan. Para peneliti memperkirakan, cukup dibutuhkan 200 pelampung untuk mencukupi kebutuhan listrik suatu kota pelabuhan.

Namun, bagaimanapun juga, pengembangan teknologi pembangkitan gelombang masih tertinggal 10 sampai 20 tahun dibelakang pengembangan teknologi pembangkitan energi terbarukan lainnya seperti angin dan surya.

so....kenapa kita yang 2/3 wilayah Indonesia merupakan laut
tidak memanfaatkannya?

Kita bisa....dan kita akan bisa ... SEGERA!

Motor Super-kecil Bertenaga Matahari

Sumber: LiveScience.com ; Kompas


Para ilmuwan berhasil mengembangkan mesin empat langkah berukuran super-kecil bertenaga matahari. Motor ini begitu kecil, sehingga sekitar 3,8 juta buah dapat berbaris selebar diameter koin. Mesin berskala nanometer ini juga tidak menghasilkan polusi.

Setiap mesin hanya berukuran panjang 5 nanometer berbentuk seperti makaroni. Masing-masing memiliki sebuah struktur berbentuk cincin yang mengelilingi struktur tegak dan bergerak maju mundur mirip piston di mesin pembakaran.

Energi dalam bentuk foton yang diperoleh dari sinar matahari akan bereaksi dengan bagian pangkal molekul yang membentuk struktur mesin untuk mengatur proses mesin empat langkah. Sebuah elektron dari bagian tersebut akan dikirim ke sepanjang molekul sehingga mencapai bagian struktur berbentuk cincin. Hal tersebut menyebabkan struktur cincin bergerak maju sepanjang 1,3 nanometer.
Elektron tersebut akan kembali ke bagian pangkal sehingga struktur kembali ke kondisi asal. Hal tersebut menyebabkan struktur cincin juga kembali ke tempatnya semula. Satu proses ’pembakaran’ ini berlangsung dalam 100 mikrodetik.

Setiap langkah mirip dengan fungsi mekanik pada mesin empat langkah yang banyak digunakan pada motor dan mobil, dari injeksi bahan bakar, pembakaran, pergeseran piston, pembuangan gas, dan pergeseran kembali piston ke posisi semula. Hanya saja, dalam proses berskala nanometer ini, yang dibuang adalah elektron, bukannya gas sisa pembakaran.

Cara kerja mirip mesin empat langkah diperlihatkan oleh molekul disebut rotaxane yang terbentuk secara alami. Ia juga bekerja secara otomatis sehingga akan terus bekerja selama ada energi yang memasoknya.
Molekul dapat bekerja dalam bentuk tunggal maupun berkelompok. Mesin super-kecil ini dapat bekerja pada frekuensi tinggi. Pada lingkungan yang mendukung, dapat bekerja stabil hingga 1.000 kali siklus dan memiliki efisiensi 2 hingga 12 persen.

Meskipun masih tidak terlalu efisien dibandingkan mesin pada umumnya, para peneliti melihat potensinya karena bekerja dengan tenaga matahari yang diperoleh secara gratis. Hasil penelitian ini dijelaskan dalam Proceedings of the National Academy of Sciences edisi online.